Transfer dan motivasi memainkan peranan penting dalam belajar. Transfer, yang berarti penerapan pengetahuan
sebelumnya pada situasi belajar baru (Mckeough, 1995) sering dilihat sebagai
tujuan belajar sehingga yang menjadi ukuran keberhasilan belajar adalah
seberapa jauh transfer itu terjadi (Pea, 1987; Perkins, 1991).
Motivasi, yang didefinisikan sebagai daya dorong untuk menciptakan dan mempertahankan niat dan tindakan mengejar cita-cita (Ames & Ames, 1989), adalah penting karena motivasi tersebut menentukan tingkat keterlibatan aktif dan sikap pelajar terhadap belajar.
Hubungan Antara Transfer Dan Motivasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transfer dan motivasi itu saling mendukung dalam menciptakan lingkungan belajar yang optimal. Jika siswa merasa bahwa apa yang ia pelajari
itu relevan dan dapat ditransfer ke situasi yang lain, maka ia akan melihat
bahwa belajar itu ada artinya, dan motivasinya untuk memperoleh pengetahuan
atau ketrampilan akan meningkat.
Demikian pula, agar transfer itu terjadi, pelajar harus termotivasi untuk melakukan dua hal. Pertama, ia harus dapat mengenali peluang untuk melakukan transfer (Prawat, 1989); ke dua, ia perlu mempunyai motivasi untuk memanfaatkan peluang ini (Pea, 1988).
Demikian pula, agar transfer itu terjadi, pelajar harus termotivasi untuk melakukan dua hal. Pertama, ia harus dapat mengenali peluang untuk melakukan transfer (Prawat, 1989); ke dua, ia perlu mempunyai motivasi untuk memanfaatkan peluang ini (Pea, 1988).
Dengan demikian, tantangan bagi pengajaran adalah untuk secara serempak
meningkatkan transfer dan motivasi sehingga keduanya mendukung belajar. Untuk melakukan ini, para guru, pertama-tama,
harus memahami hakikat transfer dan hakikat motivasi.
Hakikat Transfer
Para guru sering bertanya kepada dirinya sendiri "Situasi belajar
apakah yang perlu ditransfer?"
Jawabannya mungkin adalah satu atau lebih dari yang berikut ini: isi
atau pengetahuan konseptual, pengetahuan strategis atau prosedural, dan
pengaturan belajar yang sesuai (Thorndike, 1932; Perkins et al., 1993).
Orang-orang yang menganggap bahwa pengajaran pengetahuan isi itu lebih
penting daripada pengetahuan strategis berpendapat bahwa siswa yang sudah
menguasai pengetahuan isi dalam bidang tertentu akan mampu menunjukkan
penggunaan secara canggih strategi efektif dalam situasi baru, termasuk
strategi-strategi yang tidak pernah diajarkan secara eksplisit (Chi,
1988).
Mereka menyatakan bahwa tanpa
pengetahuan yang terkait dengan bidang tertentu, strategi umum itu mempunyai
efek yang lemah untuk meningkatkan prestasi dalam kebanyakan tugas.
Sementara itu, argumen yang umumnya diberikan untuk menekankan pentingnya pengajaran pengetahuan strategis adalah bahwa, jika orang dapat mengidentifikasi dan mengajarkan ketrampilan umum (misalnya, ketrampilan metakognitif dan pemecahan masalah) yang dapat diterapkan pada berbagai macam tugas, maka hal itu akan memudahkan transfer belajar (Pressley et al., 1987).
Walaupun para pendukung kedua kubu tersebut tidak sependapat mengenai masalah apa persisnya yang ditransfer, mereka sepakat bahwa sikap positif terhadap belajar adalah penting bagi keberhasilan pelajar. Sikap ini meliputi hal-hal seperti motivasi tinggi, sikap berani mengambil resiko, kesadaran atau perhatian, dan rasa tanggung jawab untuk belajar (Salomon & Perkins, 1988; Pea, 1988).
Sementara itu, argumen yang umumnya diberikan untuk menekankan pentingnya pengajaran pengetahuan strategis adalah bahwa, jika orang dapat mengidentifikasi dan mengajarkan ketrampilan umum (misalnya, ketrampilan metakognitif dan pemecahan masalah) yang dapat diterapkan pada berbagai macam tugas, maka hal itu akan memudahkan transfer belajar (Pressley et al., 1987).
Walaupun para pendukung kedua kubu tersebut tidak sependapat mengenai masalah apa persisnya yang ditransfer, mereka sepakat bahwa sikap positif terhadap belajar adalah penting bagi keberhasilan pelajar. Sikap ini meliputi hal-hal seperti motivasi tinggi, sikap berani mengambil resiko, kesadaran atau perhatian, dan rasa tanggung jawab untuk belajar (Salomon & Perkins, 1988; Pea, 1988).
Haikat Motivasi
Gardner dan Lambert (1972) memperkenalkan pengertian motivasi
instrumental dan motivasi integratif.
Dalam konteks belajar bahasa, motivasi instrumental adalah keinginan
siswa belajar bahasa untuk dimanfaatkan (seperti untuk bekerja atau bepergian),
sedangkan motivasi integratif adalah keinginan belajar bahasa untuk
mengintegrasikan diri dalam masyarakat bahasa tersebut.
Dalam penelitian-penelitian yang kemudian, Crookes dan Schmidt (1991), serta Gardner dan Tremblay (1994) menyelidiki empat orientasi motivasional lain: (a) alasan belajar, (b) keinginan untuk mencapai tujuan belajar, (c) sikap positif terhadap situasi belajar, dan (d) perilaku untuk berusaha.
Dalam penelitian-penelitian yang kemudian, Crookes dan Schmidt (1991), serta Gardner dan Tremblay (1994) menyelidiki empat orientasi motivasional lain: (a) alasan belajar, (b) keinginan untuk mencapai tujuan belajar, (c) sikap positif terhadap situasi belajar, dan (d) perilaku untuk berusaha.
Banyak ahli teori dan peneliti telah menemukan pentingnya mengenali
bangunan motivasi bukan sebagai suatu entitas tunggal tetapi sebagai suatu
entitas yang multi-faktor. Oxford dan
Shearin (1994) menganalisa sebanyak 12 teori atau model motivasional, termasuk
yang berasal dari ilmu psikologi sosial, perkembangan kognitif, dan psikologi
budaya sosial, dan menemukan adanya enam faktor yang mempengaruhi motivasi
dalam belajar bahasa:
- sikap (yaitu., perasaan terhadap masyarakat yang belajar dan bahasa yang diperlajari).
- kepercayaan tentang dirinya sendiri (yaitu, harapan mengenai sikapnya sendiri untuk berhasil kecukupan diri, dan ketertarikannya).
- tujuan (kejelasan dan relevansi yang dirasakannya mengenai tujuan belajar sebagai alasan untuk belajar).
- keterlibatan (yaitu., sejauh mana pelajar secara aktif dan sadar berpartisipasi dalam proses belajar bahasa).
- dukungan lingkungan (yaitu., sejauh mana dukungan guru dan teman belajar, serta pengintegrasian dukungan budaya dan situasi di luar kelas ke dalam pengalaman belajar).
- sifat pribadi (yaitu., aptitud, umur, jenis kelamin, dan pengalaman belajar bahasa sebelumnya).